Terdapat 5 pendapat tentang asal-usul timbulnya nama ”LAMPUNG”...
Menurut hasil penyelidikan Residen Lampung yang pertama, bangsa
Belanda yang berkuasa di Lampung menyatakan asal mula nama Lampung
mengambil dari kata sebutan Puyang si Lampung. Puyang si Lampung adalah
Ratu Belalau di Sekala Bekhak di sekitar Gunung Pesagi. Tercatat dalam
buku sejarah Majapahit bahwa; Sang Dewa Senembahan dan istrinya Widodari
Sinuhun mempunyai 3 orang anak. Si Jawa memerintah Kerajaan Majapahit,
Si Pasundan yang memerintah Kerajaan Pajajaran dan Si Lampung memerintah
Keratuan Belalau di Sekala Bekhak.
Lampung berasal dari atas. Yang mana hal ini menunjukkan bahwa;
nenek moyang kita (ulun Lampung) berasal dari daerah yang tinggi/daerah
pegunungan. Daerah tinggi atau pegunungan yang dimaksud, yaitu antara
lain dari Sekala Bekhak, sekitar kaki Gunung Pesagi sekarang bernama
Kecamatan Belalau.
Lampung berasal dari kata-kata Lappung dalam bahasa ”BATAK” yang
berarti Besar. Disaat terjadi letusan gunung berapi di Pulau Andalas
bagian Utara yang akhirnya sekarang berubah menjadi Danau Toba. Empat
bersaudara menyelamatkan diri sebab adanya bencana tersebut. Mereka
menggunakan rakit/perahu masing-masing, diantara keempat bersaudara ini
antara lain benama Ompung Silamponga terdampar di pantai laut Krui, ia
langsung mendarat dan kemudian mendaki Gunung Pesagi. Dari puncak
gunung, ia melihat pemandangan yang besar dan luas nan indah. Melihat
pemandangan luas nan indah membuat Ompung Silamponga sangat takjub
sehingga Ompung Silamponga berteriak ”Lappung, lappung, lappung”.
Berdasarkan hikayat di atas, maka besar kemungkinan bahwa; nenek moyang
kita (ulun Lampung) berasal dari daerah/suku BATAK. Persamaan antara
Lampung denga Batak dapat kita lihat pada aksara Lampung KA-GA-NGA, suku
Batak pun demikian. Daun dalam bahasa Lampung diucapkan ”Bulung” dalam
bahasa Batak ”Bolung” dsb. Lampung mempunyai salah satu Kebuaian yang
bernama Buai Manik Batak bermarga Makhga Manik.. Di samping itu suku
Batak mengakui bahwa; mereka adalah satu keturunan dengan Lampung.
Menurut hasil penelitian ahli sejarah asal Belanda yaitu Prof. Dr.
Krom, bahwasanya istilah Lampung berasal dari bahasa Cina. Menurut
dialek bahasa Cina ”Lampohwang” yang maksudnya adalah Lampung. Hal ini
tercatat dalam buku Prof. Dr. Krom yang berjudul ”Zaman Hindu” halaman
48. Menurutnya pada abad ke 4 masehi, Kerajaan Tulangbawang di Lampung
telah mengirimkan utusan ke Kerajaan di Cina tepatnya di Kota Kwancou.
Kota Kwancou selain merupakan sentra perdagangan yang maju, keamanan di
kota ini pun terjamin. Oleh sebab itu Kwancou ramai didatangi para
pedagang dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menurut cerita rakyat, khususnya tokoh-tokoh adat kelompok Lampung
Peminggikh. Nama Lampung berasal dari salah satu peristiwa yang terjadi
di lautan. Pada kala itu nenek moyang Kelompok Lampung Peminggikh
berlayar. Mereka mencari tempat pemukiman baru yang subur untuk becocok
tanam. Di tengah perjalanan, kapal yang mereka tumpangi terombang-ambing
oleh gelombang ombak yang besar disebabkan angin ribut. Terkadang
kapal/perahu mereka hampir tenggelam dan terkadang normal (terapung).
Laut tempat kejadian yang menerpa mereka kala itu mereka namai Lampung
yang berasal dari kata atau kalimat tenggelam (tiselam) dan terapung
(tiapung). Kemungkinan kejadian itu di laut antara Kalianda dan Laut
Telukbetung, sehingga timbulnya nama Teluk Lampung.
Gekhal/kelompok suku Lampung, berjumlah 14 macam kelompok…….
1. Pubian Telu Suku
Awal disebut PUBIAN, disebabkan Nenek Moyang suku Pubian mula-mula masuk
melewati piggiran Way Pengubuan dan hulu Way Pubian. Telu Suku,
maksudnya bahwa kelompok suku Lampung Pubian terdiri atas 3 suku yaitu
Tambapupus, Menyakhakat, dan Bukuk Jadi.
2. Abung Sewo Mego
Awal disebut ABUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Abung masuk melewati
pinggiran Way Rarem dan hulu Way Abung. Sewo Mego, maksudnya kelompok
suku Lampung Abung terdiri dari 9 marga atau memiliki 9 marga.
3. Tulangbawang Mego Pak
Awal disebut TULANGBAWANG, disebabkan Nenek Moyang suku Tulangbawang
Mego Pak masuk melewati pinggiran Way Tulangbawang. Mego Pak, maksudnya
kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 4 marga atau memiliki 4 marga.
4. Waykanan
Awal disebut WAYKANAN, disebabkan Nenek Moyang suku Waykanan masuk
melewati pinggiran Way Kanan. Terkadang kelompok suku Lampung Waykanan
ini disebut juga BUAI LIMA, sebab kelompok suku Lampung Waykanan terdiri
dari 5 kebuaian.
5. Sungkai
Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk
melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai
ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung
Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka
adalah marga Bunga Mayang.
6. Belalau/Krui
Awal disebut BELALAU/KRUI, disebabkan Nenek Moyang suku Belalau/Krui
tetap bertunggu di daerah Belalau dan Krui tidak berpindah2 seperti
halnya suku2 Lampung lainnya.
7. Peminggikh Semangka
Awal disebut PEMINGGIKH SEMANGKA, disebabkan Nenek Moyang suku
Peminggikh Semangka masuk melewati pinggiran pantai. Ciri dari kelompok
suku Lampung Peminggikh, ataralain bertempat tinggal di pinggiran pantai
dan sering berlayar ke lautan, kelompok inilah yang dikenal sebagai
pelautnya suku Lampung. Semangka, kata2 itu timbul disebabkan suku
Lampung Peminggikh Semangka berada di sekitar Teluk Semangka.
8. Peminggikh Pemanggilan
Awal disebut PEMINGGIKH PEMANGGILAN, disebabkan Nenek Moyang suku
Peminggikh Pemanggilan ini berasal dari Kekhatuan Pemanggilan di Sekala
Bekhak. Hal ini hanyalah sekedar untuk memudahkan perbedaan antara
Peminggikh Semangka, Peminggikh Pemanggilan dan Pemanggilan Teluk,
karena sesungguhnya ke-3 kelompok suku ini satu keturunan dan adat
mereka awalnya berpusat di Paksi Semaka. Tetapi karena ada perselisihan
atara mereka, akhirnya adat antara ke-3nya berbeda.
9. Peminggikh Teluk
Awal disebut PEMINGGIKH TELUK, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh
Teluk masuk melalui sekitaran Telukbetung sampai ke Pedada. Adat
Peminggikh Teluk sama dengan adat Peminggikh Pemanggilan, andaikata ada
perbedaan itu hanya sedikit seperti halnya masalah upacara adat serta
dialek/cara berbahasa.
10. Melinting
Awal disebut MELINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Melinting adalah
keturunan Khatu Pugung, setelah wilayah kekuasaan Kekhatuan Pugung di
Labuhan Mekhinggai dibagi menjadi dua wilayah oleh Kekhatuan Darah Putih
di Kukhipan Kalianda, maka wilayah Labuhan Mekhinggai yang dikuasai
oleh Kekhatuan Pugung disebut Kekhatuan Melinting dan selanjutnya
dijadikan nama kelompok/marga yaitu Makhga Melinting.
11. Meninting
Awal disebut MENINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Meninting ini masih
satu keturunan atau satu keluarga dengan kelompok suku Lampung
Melinting. Wilayah Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai yang terbagi
dua oleh Khatu Darah Putih, yang masuk wilayah Khatu Darah Putih disebut
Meninting.
12. Komring/Kayu Agung
Awal disebut KOMRING/KAYU AGUNG, disebabkan Nenek Moyang suku
Komring/Kayu Agung masuk melalui pinggiran Way Komring sampai Kayu
Agung.
13. Ranau/Muara Dua
Awal disebut Ranau/Muara Dua, disebabkan Nenek Moyang suku Ranau/Muara
Dua masuk di sekeliling Danau Ranau sampai ke Muara Dua. Antara
Komering, Kayu Agung, Ranau, dan Muara Dua, kelompok Lampung ini awalnya
menggunakan Bahasa Lampung Komring hanya berbeda logatnya saja dan
masalah adat mereka tidak jauh berbeda. Jadi jelas bahwa Lampung
Komring/Kayu Agung dan Lampung Ranau/Muara Dua adalah mutlak orang
Lampung. Bahasa sehari2nya adalah bahasa Lampung, adat istiadat tidak
berbeda jauh dengan suku2 Lampung yang lainnya. Sama-sama menggunakan
Adok (nama panggilan adat seseorang) untuk perempuan maupun laki-laki.
Hanya pada saat Lampung memisahkan diri menjadi Provinsi baru, daerah
mereka masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Selatan tidak masuk dalam
wilayah Provinsi Lampung.
14. Cikoneng/Banten
Awal disebut Cikoneng, disebabkan Nenek Moyang suku Cikoneng berasal
dari Lampung dan kemudian menetap dan berkelompok di daerah Cikoneng.
Cikoneng terletak di Kecamatan Anyar bagian Selatan-Banten. Bahasa dan
adat Lampung Cikoneng sudah bercampur baur antara Lampung, Banten, dan
Sunda.
Sebagai Seorang yang Lahir / Tinggal Di Prov. Lampung Kita Harus Tau
Sejarah Yang Pernah Terjadi Di tempat yang kita jadikan rumah ini :hmm:
untuk itu mari kita kupas Sejarah Provinsi Kesayangan kita ini...
Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang
Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan
yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut
secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera
Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah
menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan
tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang
tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak
terlepas dari incaran penjajahan Belanda.
Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683)
Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di
perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung ini dalam upaya
meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena
dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung
Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan
kedudukan mahkota kesultanan Banten.
Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak
menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC selalu berusaha untuk menguasai
kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan
Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa.
Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan
VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas
daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan
Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten.
Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan
sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya
antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan
rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada
VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.
Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten
membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur
dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan ia mewakili Sultan
Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil
dan ia tidak mendapatkan lada yag dicari-carinya. Agaknya perdagangan
langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya mengalami kegagalan,
karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk begitu
saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi
banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten
dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.
Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada
dibawah Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa
penguasaan Banten atas Lampung tidak mutlak.
Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang"
atau kadangkadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan
perdagangan hasil bumi (lada).
Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada
tiap-tiap desa atau kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak
berada dibawah koordinasi penguasaan Jenang/ Gubernur. Jadi penguasaan
Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam
rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada,
dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan
saling membutuhkan satu dengan lainnya.
Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki
daerah Semangka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda
karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun
setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk
Residen Belanda untuk Lampung.
Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan
oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil
di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan
bahwa :
1. Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.
2. Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap
tahun.
3. Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu berada dibawah pengaruhnya.
Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan perlawananperlawanan terhadap Belanda.
Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk
menangkap Radin Inten, namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu
benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi
karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 -
1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu.
Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya
Radin Imba Kusuma.
Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin
Imba Kusuma di daerah Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda
menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya.
Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira
militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba
Kusuma berhasil dikuasai.
Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah
Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba
Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.
Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan
Halus" dari Belanda dengan memberikan hadiah-hadiah kepada
pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata tidak membawa
hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk
tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk
melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan
sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba
Kusuma sendiri yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus,
sampai akhirnya Radin Inten II ini ditangkap dan dibunuh oleh
tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.
Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung.
Perkebunan mulai dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi,
karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan
hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api
dari Telukbetung menuju Palembang.
Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode
perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut
terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan melawan penindasan
penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana
dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung
ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.
ARTI LAMBANG DAERAH PROVINSI LAMPUNG
1. Perisai Bersegi Lima : Kesanggupan mempertahankan cita dan membina
pembangunan rumah-tangga Yang didiami oleh dua unsur golongan masyarakat
untuk mencapai masyarakat makmur, adil berdasarkan pancasila .
2. Pita SAI BUMI RUWAI JURAI : Sai Bumi – Rumah tangga agung yang
berbilik-bilik. Rua jurai – dua unsur golongan masyarakat yang berdiam
di wilayah Propinsi Lampung.
3. Aksara Lampung berbunyi : “LAMPUNG’
4. Daun dan Buah lada : Daun =17, Buah Lada 8, Lada merupakan produk
utama penduduk asli sejak masa lampau sehingga Lampung dikenal
bangsa-bangsa Asia dan bangsa-bangsa Barat. Biji lada 64, Menunjukan
bahwa terbentuknya Dati I Lampung tahun 1964.
5. Setangkai Padi : Buah padi 45. Padi merupakan produk utama penduduk
migrasi sehingga terjadilah kehidupan bersama saling mengisi antara dua
unsur golongan masyarakat sehingga terwujudnya Negara RI yang
Diproklamirkan 17-08-1945.
6. Laduk : Golok masyarakat serba guna.
7. Payam : Tumbak pusaka tradisional.
8. Gung : Sebagai alat inti seni budaya, sebagai pemberitahuan karya
besar dimulai, dan sebagai alat menghimpun masyarakat untuk
bermusyawarah.
9. Siger : Mahkota perlambang keaggungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat.
10. Payung : Jari payung 17, bagian ruas tepi 8, garis batas ruas 19,
dan rumbai payung 45. Artinya payung agung yang melambangkan Negara RI
Proklamasi 17-08-1945; dan sebagai payung jurai yang melambangkan
Propinsi Lampung tempat semua jurai berlindung. Tiang dan bulatan puncak
payung : satu cita membangun Bangsa dan Negara RI dengan Ridho Tuhan
Yang Maha Esa.
11. Warna :
* Hijau = dataran tinggi yang subur untuk tanamam keras dan tanaman musim.
* Coklat = Dataran rendah yang subur untuk sawah dan ladang.
* Biru = Kekayan sungai dan lautan yang merupakan sumber perikanan dan kehidupan para Nelayan.
* Putih = Kesucian dan keikhlasan hati masyarakat.
* Kuning (tua, emas dan muda) =keagungan dan kejayaan serta kebesaran cita masyarakat untuk membangun daerah dan Negaranya.
6 Komentar
wawai tulisanow,, salam kemuakhian,,
BalasHapusterima kasih kunjungany...salam kembali
BalasHapuslanjutkan.................!!!!!!!!!!!!
BalasHapuslanjutkan..............!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
BalasHapusBRAVOOOOOOOOOOOOOOOOO.....
BalasHapusMUANTAPPPPPPPPPPPPPPP...
SEMOGA TULANG BAWANGKU TETAP JAYA, MENJADI KABUPATEN KEBANGGAN DIANTARA KABUPATEN YG ADA DILAMPUNG, BAHKAN DI INDONESIA...AMIN....BRAVO....TUBA
BalasHapus