Sejarah dan Adat Istiadat Ulun Lampung

Terdapat 5 pendapat tentang asal-usul timbulnya nama ”LAMPUNG”...
  1. Menurut hasil penyelidikan Residen Lampung yang pertama, bangsa Belanda yang berkuasa di Lampung menyatakan asal mula nama Lampung mengambil dari kata sebutan Puyang si Lampung. Puyang si Lampung adalah Ratu Belalau di Sekala Bekhak di sekitar Gunung Pesagi. Tercatat dalam buku sejarah Majapahit bahwa; Sang Dewa Senembahan dan istrinya Widodari Sinuhun mempunyai 3 orang anak. Si Jawa memerintah Kerajaan Majapahit, Si Pasundan yang memerintah Kerajaan Pajajaran dan Si Lampung memerintah Keratuan Belalau di Sekala Bekhak.
  2. Lampung berasal dari atas. Yang mana hal ini menunjukkan bahwa; nenek moyang kita (ulun Lampung) berasal dari daerah yang tinggi/daerah pegunungan. Daerah tinggi atau pegunungan yang dimaksud, yaitu antara lain dari Sekala Bekhak, sekitar kaki Gunung Pesagi sekarang bernama Kecamatan Belalau.
  3. Lampung berasal dari kata-kata Lappung dalam bahasa ”BATAK” yang berarti Besar. Disaat terjadi letusan gunung berapi di Pulau Andalas bagian Utara yang akhirnya sekarang berubah menjadi Danau Toba. Empat bersaudara menyelamatkan diri sebab adanya bencana tersebut. Mereka menggunakan rakit/perahu masing-masing, diantara keempat bersaudara ini antara lain benama Ompung Silamponga terdampar di pantai laut Krui, ia langsung mendarat dan kemudian mendaki Gunung Pesagi. Dari puncak gunung, ia melihat pemandangan yang besar dan luas nan indah. Melihat pemandangan luas nan indah membuat Ompung Silamponga sangat takjub sehingga Ompung Silamponga berteriak ”Lappung, lappung, lappung”. Berdasarkan hikayat di atas, maka besar kemungkinan bahwa; nenek moyang kita (ulun Lampung) berasal dari daerah/suku BATAK. Persamaan antara Lampung denga Batak dapat kita lihat pada aksara Lampung KA-GA-NGA, suku Batak pun demikian. Daun dalam bahasa Lampung diucapkan ”Bulung” dalam bahasa Batak ”Bolung” dsb. Lampung mempunyai salah satu Kebuaian yang bernama Buai Manik Batak bermarga Makhga Manik.. Di samping itu suku Batak mengakui bahwa; mereka adalah satu keturunan dengan Lampung.
  4. Menurut hasil penelitian ahli sejarah asal Belanda yaitu Prof. Dr. Krom, bahwasanya istilah Lampung berasal dari bahasa Cina. Menurut dialek bahasa Cina ”Lampohwang” yang maksudnya adalah Lampung. Hal ini tercatat dalam buku Prof. Dr. Krom yang berjudul ”Zaman Hindu” halaman 48. Menurutnya pada abad ke 4 masehi, Kerajaan Tulangbawang di Lampung telah mengirimkan utusan ke Kerajaan di Cina tepatnya di Kota Kwancou. Kota Kwancou selain merupakan sentra perdagangan yang maju, keamanan di kota ini pun terjamin. Oleh sebab itu Kwancou ramai didatangi para pedagang dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
  5. Menurut cerita rakyat, khususnya tokoh-tokoh adat kelompok Lampung Peminggikh. Nama Lampung berasal dari salah satu peristiwa yang terjadi di lautan. Pada kala itu nenek moyang Kelompok Lampung Peminggikh berlayar. Mereka mencari tempat pemukiman baru yang subur untuk becocok tanam. Di tengah perjalanan, kapal yang mereka tumpangi terombang-ambing oleh gelombang ombak yang besar disebabkan angin ribut. Terkadang kapal/perahu mereka hampir tenggelam dan terkadang normal (terapung). Laut tempat kejadian yang menerpa mereka kala itu mereka namai Lampung yang berasal dari kata atau kalimat tenggelam (tiselam) dan terapung (tiapung). Kemungkinan kejadian itu di laut antara Kalianda dan Laut Telukbetung, sehingga timbulnya nama Teluk Lampung.
Gekhal/kelompok suku Lampung, berjumlah 14 macam kelompok…….
1. Pubian Telu Suku

Awal disebut PUBIAN, disebabkan Nenek Moyang suku Pubian mula-mula masuk melewati piggiran Way Pengubuan dan hulu Way Pubian. Telu Suku, maksudnya bahwa kelompok suku Lampung Pubian terdiri atas 3 suku yaitu Tambapupus, Menyakhakat, dan Bukuk Jadi.

2. Abung Sewo Mego

Awal disebut ABUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Abung masuk melewati pinggiran Way Rarem dan hulu Way Abung. Sewo Mego, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 9 marga atau memiliki 9 marga.

3. Tulangbawang Mego Pak

Awal disebut TULANGBAWANG, disebabkan Nenek Moyang suku Tulangbawang Mego Pak masuk melewati pinggiran Way Tulangbawang. Mego Pak, maksudnya kelompok suku Lampung Abung terdiri dari 4 marga atau memiliki 4 marga.

4. Waykanan

Awal disebut WAYKANAN, disebabkan Nenek Moyang suku Waykanan masuk melewati pinggiran Way Kanan. Terkadang kelompok suku Lampung Waykanan ini disebut juga BUAI LIMA, sebab kelompok suku Lampung Waykanan terdiri dari 5 kebuaian.

5. Sungkai

Awal disebut SUNGKAI, disebabkan Nenek Moyang suku Sungkai masuk melewati pinggiran Way Sungkai. Terkadang kelompok suku Lampung Sungkai ini disebut juga Lampung Bunga Mayang, sebab kelompok suku Lampung Sungkai ada di marga Bunga Mayang atau satu-satunya marga milik mereka adalah marga Bunga Mayang.

6. Belalau/Krui

Awal disebut BELALAU/KRUI, disebabkan Nenek Moyang suku Belalau/Krui tetap bertunggu di daerah Belalau dan Krui tidak berpindah2 seperti halnya suku2 Lampung lainnya.

7. Peminggikh Semangka

Awal disebut PEMINGGIKH SEMANGKA, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Semangka masuk melewati pinggiran pantai. Ciri dari kelompok suku Lampung Peminggikh, ataralain bertempat tinggal di pinggiran pantai dan sering berlayar ke lautan, kelompok inilah yang dikenal sebagai pelautnya suku Lampung. Semangka, kata2 itu timbul disebabkan suku Lampung Peminggikh Semangka berada di sekitar Teluk Semangka.

8. Peminggikh Pemanggilan

Awal disebut PEMINGGIKH PEMANGGILAN, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Pemanggilan ini berasal dari Kekhatuan Pemanggilan di Sekala Bekhak. Hal ini hanyalah sekedar untuk memudahkan perbedaan antara Peminggikh Semangka, Peminggikh Pemanggilan dan Pemanggilan Teluk, karena sesungguhnya ke-3 kelompok suku ini satu keturunan dan adat mereka awalnya berpusat di Paksi Semaka. Tetapi karena ada perselisihan atara mereka, akhirnya adat antara ke-3nya berbeda.

9. Peminggikh Teluk

Awal disebut PEMINGGIKH TELUK, disebabkan Nenek Moyang suku Peminggikh Teluk masuk melalui sekitaran Telukbetung sampai ke Pedada. Adat Peminggikh Teluk sama dengan adat Peminggikh Pemanggilan, andaikata ada perbedaan itu hanya sedikit seperti halnya masalah upacara adat serta dialek/cara berbahasa.

10. Melinting

Awal disebut MELINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Melinting adalah keturunan Khatu Pugung, setelah wilayah kekuasaan Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai dibagi menjadi dua wilayah oleh Kekhatuan Darah Putih di Kukhipan Kalianda, maka wilayah Labuhan Mekhinggai yang dikuasai oleh Kekhatuan Pugung disebut Kekhatuan Melinting dan selanjutnya dijadikan nama kelompok/marga yaitu Makhga Melinting.

11. Meninting

Awal disebut MENINTING, disebabkan Nenek Moyang suku Meninting ini masih satu keturunan atau satu keluarga dengan kelompok suku Lampung Melinting. Wilayah Kekhatuan Pugung di Labuhan Mekhinggai yang terbagi dua oleh Khatu Darah Putih, yang masuk wilayah Khatu Darah Putih disebut Meninting.

12. Komring/Kayu Agung

Awal disebut KOMRING/KAYU AGUNG, disebabkan Nenek Moyang suku Komring/Kayu Agung masuk melalui pinggiran Way Komring sampai Kayu Agung.

13. Ranau/Muara Dua

Awal disebut Ranau/Muara Dua, disebabkan Nenek Moyang suku Ranau/Muara Dua masuk di sekeliling Danau Ranau sampai ke Muara Dua. Antara Komering, Kayu Agung, Ranau, dan Muara Dua, kelompok Lampung ini awalnya menggunakan Bahasa Lampung Komring hanya berbeda logatnya saja dan masalah adat mereka tidak jauh berbeda. Jadi jelas bahwa Lampung Komring/Kayu Agung dan Lampung Ranau/Muara Dua adalah mutlak orang Lampung. Bahasa sehari2nya adalah bahasa Lampung, adat istiadat tidak berbeda jauh dengan suku2 Lampung yang lainnya. Sama-sama menggunakan Adok (nama panggilan adat seseorang) untuk perempuan maupun laki-laki. Hanya pada saat Lampung memisahkan diri menjadi Provinsi baru, daerah mereka masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Selatan tidak masuk dalam wilayah Provinsi Lampung.

14. Cikoneng/Banten

Awal disebut Cikoneng, disebabkan Nenek Moyang suku Cikoneng berasal dari Lampung dan kemudian menetap dan berkelompok di daerah Cikoneng. Cikoneng terletak di Kecamatan Anyar bagian Selatan-Banten. Bahasa dan adat Lampung Cikoneng sudah bercampur baur antara Lampung, Banten, dan Sunda.
Sebagai Seorang yang Lahir / Tinggal Di Prov. Lampung Kita Harus Tau Sejarah Yang Pernah Terjadi Di tempat yang kita jadikan rumah ini :hmm: untuk itu mari kita kupas Sejarah Provinsi Kesayangan kita ini...


Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.

Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.

Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten.

Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.

Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan membawa surat mandat dari Sultan Haji dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yag dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Lampung yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Lampung langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Haji yang bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.

Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Lampung berada dibawah Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Lampung tidak mutlak.

Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut "Jenang" atau kadangkadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi (lada).

Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada dibawah koordinasi penguasaan Jenang/ Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.

Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semangka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.

Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Inten semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan bahwa :

1. Radin Inten memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.

2. Kedua saudara Radin Inten masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap

tahun.

3. Radin Inten tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu berada dibawah pengaruhnya.

Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Inten dan ia tetap melakukan perlawananperlawanan terhadap Belanda.

Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Inten, namun dengan cerdik Radin Inten dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Inten meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya Radin Imba Kusuma.

Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semangka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.

Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, namun penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.

Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Telukbetung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri yang bernama Radin Inten II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Inten II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.

Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai dikembangkan yaitu penanaman kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari Telukbetung menuju Palembang.

Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.
ARTI LAMBANG DAERAH PROVINSI LAMPUNG
1. Perisai Bersegi Lima : Kesanggupan mempertahankan cita dan membina pembangunan rumah-tangga Yang didiami oleh dua unsur golongan masyarakat untuk mencapai masyarakat makmur, adil berdasarkan pancasila .

2. Pita SAI BUMI RUWAI JURAI : Sai Bumi – Rumah tangga agung yang berbilik-bilik. Rua jurai – dua unsur golongan masyarakat yang berdiam di wilayah Propinsi Lampung.

3. Aksara Lampung berbunyi : “LAMPUNG’

4. Daun dan Buah lada : Daun =17, Buah Lada 8, Lada merupakan produk utama penduduk asli sejak masa lampau sehingga Lampung dikenal bangsa-bangsa Asia dan bangsa-bangsa Barat. Biji lada 64, Menunjukan bahwa terbentuknya Dati I Lampung tahun 1964.

5. Setangkai Padi : Buah padi 45. Padi merupakan produk utama penduduk migrasi sehingga terjadilah kehidupan bersama saling mengisi antara dua unsur golongan masyarakat sehingga terwujudnya Negara RI yang Diproklamirkan 17-08-1945.

6. Laduk : Golok masyarakat serba guna.

7. Payam : Tumbak pusaka tradisional.

8. Gung : Sebagai alat inti seni budaya, sebagai pemberitahuan karya besar dimulai, dan sebagai alat menghimpun masyarakat untuk bermusyawarah.

9. Siger : Mahkota perlambang keaggungan adat budaya dan tingkat kehidupan terhormat.

10. Payung : Jari payung 17, bagian ruas tepi 8, garis batas ruas 19, dan rumbai payung 45. Artinya payung agung yang melambangkan Negara RI Proklamasi 17-08-1945; dan sebagai payung jurai yang melambangkan Propinsi Lampung tempat semua jurai berlindung. Tiang dan bulatan puncak payung : satu cita membangun Bangsa dan Negara RI dengan Ridho Tuhan Yang Maha Esa.

11. Warna :
* Hijau = dataran tinggi yang subur untuk tanamam keras dan tanaman musim.
* Coklat = Dataran rendah yang subur untuk sawah dan ladang.
* Biru = Kekayan sungai dan lautan yang merupakan sumber perikanan dan kehidupan para Nelayan.
* Putih = Kesucian dan keikhlasan hati masyarakat.
* Kuning (tua, emas dan muda) =keagungan dan kejayaan serta kebesaran cita masyarakat untuk membangun daerah dan Negaranya.

http://www.lampungprov.go.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Lampung

Posting Komentar

6 Komentar

  1. wawai tulisanow,, salam kemuakhian,,

    BalasHapus
  2. terima kasih kunjungany...salam kembali

    BalasHapus
  3. lanjutkan.................!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  4. lanjutkan..............!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    BalasHapus
  5. BRAVOOOOOOOOOOOOOOOOO.....
    MUANTAPPPPPPPPPPPPPPP...

    BalasHapus
  6. SEMOGA TULANG BAWANGKU TETAP JAYA, MENJADI KABUPATEN KEBANGGAN DIANTARA KABUPATEN YG ADA DILAMPUNG, BAHKAN DI INDONESIA...AMIN....BRAVO....TUBA

    BalasHapus